Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Sepertiga Malam


Pagi ini, sekitar pukul 03.00 pagi saya menjemput adik ipar di Pasar Mranggen. Dia ke Semarang dari Jakarta karena sebentar lagi kuliah sudah masuk. Dia berangkat pukul 16.30 sore hari dan sampai di Semarang sepagi ini.

Suasana perumahan begitu sepi ketika saya keluar. Hanya satu dua motor tampak di jalan. Saya menikmatinya, seolah-olah hanya ada sedikit orang saja di bumi yang luas ini. Bak Adam, Hawa, dan beberapa anak-anaknya. Yang lain kemana? Sepagi ini orang masih banyak tertidur pulas, menikmati kenyamanan beristirahat, berbalut hangatnya selimut musuh dinginnya udara di luaran. (semoga prasangkanya salah)

Meresapi hembusan angin mengelus pipi kanan-kiri, sambil menafakuri kenapa Allah sangat menyukai orang-orang yang bangun di keheningan sepertiga malam terakhir, qiyamullail (berdiri pada malam hari), bertahajjud, dan menemui-Nya. Kecintaan Allah terhadap ahli tahajjud karena beratnya amalan ini, tidak semua orang bisa melakukannya. Ada makna cinta hamba kepada Tuhan-Nya, lebih tinggi lagi ada arti pengorbanan untuk yang dicintainya.

Seorang ayah rela bersusah membanting tulang untuk keluarganya. Seorang ibu rela berkali-kali merapikan mainan yang disebar anak-anaknya. Ayah, Ibu, atau orang tua rela berjaga menunggui anaknya yang sedang sakit. Rela berpayah merawat anak, ketika diamanahi anak yang ‘spesial’ tidak seperti yang lain. Sebagai anak kita juga harus rela kelak merawat orang tua saat sudah renta. Ini lah makna pengorbanan. Dalam qiyamullail, seorang hamba merelakan aktu istirahatnya untuk ‘merawat’ cinta terhadap Tuhannya.

Ibadah dinilai salah satunya dari perjuangan dalam melakukan ibadah itu sendiri. Ketika shalat berjamaah di masjid ada nilai pahala dari banyaknya langkah yang dilakukan. Semakin banyak langkahnya, semakin banyak pahalanya. Semakin kita berusaha lebih keras, in sya Allah pahala yang kita dapatkan akan lebih besar pula. Seseorang yang bersedakah 500 ribu boleh jadi nilai pahalanya lebih tinggi dibandingkan dengan sedekah 5 jutanya orang lain. Karena 500 ribu berasal dari separuh gaji bulannannya. Sedangkan orang lain 5 juta hanya pedapatan seseorang dalam beberapa jam dalam sehari saja.

Itulah kenapa juga shalat subuh mendapat prioritas utama dalam agama, meskipun jumlahnya paling sedikit dibanding rakaat shalat wajib lain. Dalam sebuah hadits disampaikan, ”Barang siapa yang melaksanakan shalat isya’ secara berjamaah maka ia seperti shalat malam separuh malam. Dan barang siapa melaksanakan shalat subuh secara berjamaah maka ia seperti shalat malam satu malam penuh.” (HR.Muslim). Kenapa pahalanya lebih banyak? Karena untuk melakukannya membutuhkan ‘energi’ lebih banyak.

Beratnya dalam melakukan dalam qiyamullail dan shalat shubuh menjadi tolak ukur pada sholat atau ibadah yang lain. Jika sholat subuhnya bagus in sya Allah akan menyebabkan ibadah lain juga bagus, begitu sebaliknya. Dalam sebuah hadits sholat subuh dikatakan sebagai pembeda antara orang yang beriman dan yang hanya mengaku beriman. “Shalat terberat bagi orang-orang munafik adalah shalat Isya’ dan Shubuh. Padahal seandainya mereka mengetahui pahala pada kedua shalat tersebut, tentu mereka akan mendatanginya walaupun harus merangkak.” (HR.Ahmad)

Benar dan bagusnya shalat juga harus memiliki efek dalam masyarakat. Ahlak dan perilakunya menjadi baik. Tidak jahat. Jangankan kepada manusia, kepada hewan atau tumbuhanpun tidak boleh. Jika tidak, masih perlu ditanyakan kualitas shalatnya. Tampaknya demikian. Dalam sebuah ayat disebutkan, “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.” (QS. Al ‘Ankabut: 45).

Mranggen, 21 Februari 2017
Mustahib, S.Pd.Si. 

Posting Komentar untuk "Sepertiga Malam"